Alkisah, ada seorang putra raja bulan turun ke bumi. Ia bernama La Onto-ontolu. La Onto-ontolu adalah putra sulung raja bulan yang gagah perkasa.
Suatu ketika, La Onto-Ontolu sempat menyaksikan keindahan panorama bumi. Ia sangat tertarik dengan keindahan alam bumi ini. Rasanya ia ingin terjun ke bumi, ingin menikmati alamnya.
Pada suatu hari, La Onto-Ontolu menyamar menjadi sebutir telur. Setelah itu, ia meluncurkan dirinya ke bumi. Telur itu hinggap di petarang ayam (sarang tempat ayam bertelur) nenek tua. Pada saat itu, nenek tua berada di kebunnya. Tiba-tiba terdengar olehnya kotek-kotek ayam ramai bersahut-sahutan sebagai tanda ada sesuatu yang aneh bagi mereka. Suara ayam yang gaduh itu sempat di dengar oleh nenek tua di kebun. Kotek-kotek ayam itu mengundang perasaan si nenek tua untuk segera kembali ke pondoknya. Dengan tak berpikir panjang lagi, nenek tua segera kembali ke gubuknya. Ia khawatir jangan-jangan telur ayamnya dimakan oleh burung gagak.
Dari kebun, nenek tua langsung melihat petarang ayamnya. Dengan langkah hati-hati, ia memeriksa telur ayamnya. Wauw…, alangkah terkejutnya ketika tiba-tiba ia melihat sebutir telur raksasa. Si nenek tua itu keheran-heranan melihat telur sebesar itu. Selama hidupnya, ia belum pernah sebesar itu. Diambilnya telur itu, lalu disimpannya didalam keranjang. Keesokan harinya, si nenek tua pergi lagi ke kebun.pergi diwatu pagi, pulang ke gubuk setelah ia lapar disiang hari. Pada hari itu, ia amat kesal karena makanan yang telah disiapkan nyaris ludes. Siapa yang melahapnya? Nenek tua sendirian tidak tahu. Bahkan air ditempayang pun kering sama sekali.
“Wah…,wah…,wah!Keterlaluan sekali ini. Siapa gerangan yang melahap semua ini?”
Keesekan harinya begitu lagi. Makanan dan air nenek tua habis sama sekali. Si nenek tua bertambah bingung.
“Dari mana orang yang menghabiskan makanan dan air di gubukku ini?” nenek tua bertanya dalam hatinya.
Rasanya, si nenek tua ini tidak sabar lagi. Ingin sekali ia melihat orang yang selalu menghabiskan makanan dan airnya itu.
Pada suatu pagi, sebelum pagi ke kebun, nenek tua lebih dahulu menyiapkan makanan. Di samping makanan, disiapkan pula sirih dan tembakau. Setelah itu, ia mengambil tembilangnya (alat untuk menyiangi rumput), lalu pergi ke kebun.
La Onto-ontolu merasa senang sekali karena banyak makanan yang disediakan. Gubuk sudah sepi. Mulailah La Onto-ontolu keluar lagi dari telur itu. Sebelum makan, ia mandi lebih dahulu.
Setelah itu, La Onto-ontolu mulai makan. Semua makanan yang tersedia dilahapnya samapai bersih. Makanan dihabiskan dan air pun dipakai mandi sampai kering. Di samping makanan tadi, tampak olehnya sirih dan tembakau. Dicobanya pula tembakau dan sirih itu. Karena tidak biasa, ia merasa pusing dan lama-lama pingsan.
Sementara itu, si nenek datang dari kebun. Alangkah terkejutnya pula ketika ia menoleh ke dapur. Terlihat olehnya sosok tubuh manusia yang tidak dikenalnya sama sekali sedang terbaring. Si nenek tua mau berteriak, tetapi suaranya tertahan akibat ketakutan. Dengan perasaan gemetar, si nenek tua itu mulai mendekati sosok tubuh yang terbaring itu.
“Siapa gerangan pemuda yang gagah perkasa ini?” Tanya si nenek tua dalam hatinya.
Disangkahnya sosok tubuh itu adalah mayat, ternyata masih hidup. Dengan hati yang waswas, si nenek tua itu berusaha menyadarkan pemuda itu. Tak lama kemudian, pemuda itu siuman dan sadar kembali. Alangkah malunya pemudah itu ketika dihadapannya duduk si nenek tua pemilik gubuk itu. Dengan rasa ikhlas, ia memohon maaf kepada si nenek tua itu.
Si nenek tua kini merasa gembira setelah mengetahui hal ihwal dan asal-muasal si pemudah itu. Setelah diselidiki, ternyata pemuda itu adalah putra raja bulan bernama Sumantapura. Ia turun ke bumi dengan menyamar ke dalam telur.
Tinggallah mereka berdua disebuah gubuk. Kehidupan mereka sehari-hari hanya cukup makan dan minum saja. Penderitaan ini telah lama berlangsung. Namun,Sumantapura dan si nenek tua itu saling mengasihi dan menyayangi .
Pada suatu waktu Sumantapura memohon pada Tuhan Yang mahakuasa agar menganugerahkan rumah mewah bertingkat beserta perlengakapan di dalamnya. Dalam sekejab, Tuhan mengabulkan permohonan Sumantapura. Rumah mega tiba-tiba berdiri dihadapannya. Tinggallah dia bersama si nenek tua dalam sebuah rumah mewah.
Rumah yang begitu indah rasanya sepi bila tak ada sang istri. Memohonlah Sumantapura kepadasi nenek tua itu agar melamar salah seorang putri raja negeri itu. Kebetulan putri raja ada tujuh orang berdasaudara.
“Kalau boleh, tolong lamarkan putri sulung,” kata Sumantapura kepada si nenek tua.
Pergilah si nenek tua ke istana raja. Namun, sayang,lamarannya itu ditolak oleh putri sulung karena nama pemuda yang melamar itu La Onto-ontolu yang artinya”telur”.
Memang nenek tua itu sengaja tidak memberitahukan nam La Onto-ontolu yang sebenarnya. Hal ini di sampaikannya kepada Sumantapura.
Sumantapura tidak putus asa. Ia memohon lagi kepada si nenek tua untuk melamar putrid kedua raja. Namun, hasilnya sama dengan yang pertama tadi.
Sumantapura pun tidak mengenal putus asa. Dilamarnya lagi putri yang ketiga, sampai kepada putri yang ketujuh. Putri yang ketujuhlah yang menerima lamaran Sumantapura.
Putri bungsu itu sudah bertekad bulat walaupun pemuda itu bernama La Onto-ontolu. Oleh karena itu, ia diejek-ejek oleh kakak-kakanya.
Dengan hati yang sabar, cinta putrid bungsu tak luntur sedikit pun.
Pada suatu sore, Sumantapura berjalan-jalan di depan istana dengan menunggang kuda. Di sanalah mereka melihat sosok tampan pemuda itu. Barulah gadis-gadis itu menyeseli dirinya, mengapa tidak menerima lamarannya waktu itu. Namun, penyesalan mereka itu semuanya tidak ada gunanya.
Sumantapura hanya sejenak saja di situ, lalu kembali lagi kerumahnya. Sampai di rumah, ia menyuruh si nenek tua itu untuk membawa telur besar itu ke istana raja. Telur itu akan diberikan kepada sang putri bungsu.
Pergilah nenek tua itu membawa telur kepada putri bungsu. Putri bungsu dengan senang hati menerima telur itu. Di simpannyalah telur itu dekat tempat tidurnya. Selama ada telur itu, tampaknya ada keanehan-keanehan dalam istana. Air yang berlimpah di waktu sore, kering sama sekali di waktu pagi. Begitu seterusnya. Entah siapa yang memakai air itu, tak seorang pun yang mengetahuinya.
Pada suatu malam, putri bungsu berusaha menjagai orang yang selalu menghabiskan air itu. Pada tengah malam, terdengar olehnya burai air seolah-olah ada orang yang mandi.
Benar juga. Sumantapura mandi di tengah malam. Putri bungsu tetap di pembaringan, tetapi tetap terjaga. Dengan langkah perlahan-pelan, Sumantapura keluar dari kamar mendi menuju tempat tidur putri bungsu. Putri bungsu semakin memperhatikannya. Lalu tampak olehnya seorang pemuda yang gagah perkasa. Pada saat itulah diketahui bahwa orang yang selalu menghabiskan air di tempayan adalah sang pemuda itu.
Mulailah diselidiki, siapa gerangan pemuda yang menyamar dalam telur itu. Setelah diketahui, ternyata pemuda itu adalahSumantapura. Dengan persetujuan kedua orang tua putri bungsu maka dikawinkanlah mereka.
Perkawinan mereka itu sungguh-sungguh menambah kekesalan dan kedongkolan kakak-kakak putri bungsu. Dengan kedongkolan itu, mereka tetap mendedam pada adik bungsu mereka. Berbagai cara mereka lakukan agar putri bungsu ini menderita.
Pada suatu waktu, kakak-kakaknya putri bungsu. Berencana mengajak si adik bersama suaminya pergi mandi-mandi ke laut. Ajakan itu di terimanya dengan senag hati. Putri bungsu pun langsung memberitahukan ajakan itu kepada suaminya. Selain membawa bekal, mereka juga membawa rokok, sirih, dan lain-lain.
Keesokan harinya, mereka pergi bersama-sama ke laut dengan menumpang perahu. Sampai di tengah laut, puan (tempat sirih) putri bungsu dibuang ke laut oleh kakaknya. Putri bungsu meraung-raung menangis kerena puan itu adalah puan emas kesayangannya. Terpaksa ia membujuk rayu suaminya agar mau menyelam ke dasar laut.
Atas dasar kasih sayang dan cinta, terpak suaminya melompat ke laut. Baru saja ia melompat, kakak putri bungsu segera mendayung perahu kembali ke darat. Suami putri bungsu ditinggalkan di tengah laut. Putri bungsu tak dapat berbuat apa-apa. Tertinggallah Sumantapura sendirian di laut. Ia tawakal saja kepada Tuhan yang Mahakuasa.
Putri bungsu telah kehilangan segalanya. Suaminya telah hilang ditelan ombak.
Kakak-kakak putri bungsu merasa puas setelah melihat adik mereka itu menderita. Putri bungsu pun kembali ke rumahnya dengan perasan hancur luluh.
Sekitar tengah malam, pintu rumah putri bungsu tiba-tiba diketuk, seraya meminta agar dibukakan pintu. Putri bungsu sangat ketakutan walaupun yang mengetuk pintu itu sesungguhnya suaminya sendiri, Sumantapura.
Putri bungsu tidak percaya sedikit pun. Ia beranggapan bahwa suaminya telah meninggal di laut. Ternyata anggapannya tidak benar. Puan yang dibuang di laut itu didapatkannya kembali.
Dengan penuh rasa haru, terpaksa Sumantapura meninggalkan rumahnya hendak kembali ke bulan. Di kala itu putri bungsu sadar, jangan-jangan yang mengetuk pintu tadi adalah benar-benar suaminya. Dibukanya pintu. Ternyata benar, puannya ada di depan pintu.
Sementara itu, Sumantapura sudah berjalan jauh, tetapi masih mendengar teriakan istrinya. Sang putri bertekad mengikuti suaminya ke mana pun pergi.
Sumantapura mengajak putri bungsu pergi ke bulan. Putri bungsu pun mengikuti apa yang disarankan suaminya. Akan tetapi, syaratnya cukup berat: selamat perjalanan tidak boleh mengeluh. Jika mengeluh maka kamu akan terjatuh kembali ke bumi. Semua syarat itu siap untuk dipatuhi.
Akan tetapi, apa hendak dikata. Tiba di pertengahan bumi dan bulan, putri bungsu mulai mengeluh kedinginan. Seketika itu juga ia terjatuh ke bumi. Yang tiba di bulan hanyalah Sumantapura sendiri.
Sampai di bulan,Sumantapura segera memerintahkan adiknya untuk mengambil putri bungsu di bumi. Dengan segala kesaktiannya, adik Sumantapura terjen ke bumi dan dalam sekejap pula ia bertemu dengan putri bungsu.
Pada saat itu juga, mereka terbang ke bulan. Mereka tiba di bulan dengan selamat. Tinggallah mereka di istana raja bulan dalam keadaan sejahtera dan bahagia.
TERJEMAHAN BAHASA WOLIO
Dangia zamani piyamoyitu, dangia samia anana umane minaka yibula sapo yi dunia. Sarona laonto-ontolu oanana akaaka raja bula momangadana.
Sangu waktu, la onto-ontolu sakijamata akamata kangadana dunia. Incia amasinai kangadana dunia si gauna asapo yi dunia, gauna anamisi dunia.
Sangu waktu La onto-ontolu apembali karona sangu ontolu. Padayitu, oyincia apasiwuluaka karona yi dunia. Ountolu situ amandawu alausaka ipoteana manu (poteona manu mo pountoluna) uwa. Padayincia yitu, uwa dangia yinawuna. Sakijomata arangomo kote-kotena manu apolawa-lawani tandana dangia lele madakina. Suarana mana mo marobo yitu arangoa uwa yinawu. Kakote-kotena manu yitu inuncana nggarandana uwa ambulimo yiwale-walena. Indafikiri marambea, uwa alausakamo ambuli yiwalena uwa afikiri ountoluna manuna akandea manu-ma kaka.
Minaka yinawu, uwa lausaka akamata poteana manuna. Wauw….., atokida akamata sangu ontolu maoge. Ouwa itu akamente-mente akamata ontolu maoge yitu. Kaengena dadina, uwa indapo akamata kaogeitu. Alamea ontolu situ, kasimpo adikaia inuncana langka. Mainawa, uwa alingkamo uka yinawu. Alingka sayonampu, ambuli iwalena amalomo kampona pontangayo. Oyo uka yitu, uwa amara ronamo kinande adikana sayidena amapupu. Oyincema mokandea uwa samia-miana inda amataua. Sainamo uwe yigusi amatu mpu-mpu.
“Wah….wah….wah! atolaumpu. Oyincma garaka mokandea bari-baria si…?
Amainawa mbomouka yitu. Kinande te uwana uwa amapumpu. Ouwa atambambamo apusi.
“Mia yincema mopepadaia kinandena te uwe yiwaleku si?” onina uwa incuncana yincana.
Namisina uwa indamo sabara. Sawulinga akamata omia mo pepadayina kinandena te uwena yitu.
Sayona, indapo alingka yinawu, uwa apasadiapo kinande yi saripina kinande, apasadia gili te tabako. Padayitu uwa Alamo tambalina. Simpo alingka yinawu.
Laonto-Ontolu anamisi sanampu ronamo abari kinande asadiakea. Wale amalinomo. Apepumo La onto-Ontolu alimba mina yintolu yitu. Indapo akande, aporikanamo ayebaho. Pada yinciamai, La Onto-Ontolu apapumo akande. Bari-baria kinande mo tasadiana isao sampe amangkilo. Kinande apadea te uwe apakea apebahoaka sampe matu. Yisaripina kinande sao akamata mea gili te tabako. Acobamo tabako te gili yitu ronamo inda amananea, apusimo indamangenge atidolemo.
Padayitu, uwa ambulimo minaka yinawu. Atokidamo apoili yirapu. Akamatamo karona omia indaamatauna sampea-mpearo dangia atidole. Uwa yitu akoke, maka suarana inda alimba ronamo amaeka. Ngangarandana arengku, uwa sumai apepumo asari mia motidolena yitu.
“Oincema ara anana umane mangadana si?” onina uwe onuncana incana.
Posaronaka mia sumai mayati, garaka dangia adadi. Dangia inca amaeka, uwa sumai apabang mo umane yitu. Sawulinga umane yitu asadaramo pendua. Amayampu anana umane yitu akamata uwa akatoro-toro yiaroana uwa miana wale yitu. Kaogena yincana, aemani maafu yi uwa yitu. Sabutuna uwa si aundamo incana samatauna alasana oanana umane sao yitu. Kawa kamatea, garaka oanana umane yitu sao oanana raja bula sarona sumantapura. Oyincana asapo yidunia apembali karona yinuncana ontolu.
Amboremo manga ruamia yinuncana wale. Dadina manga sayo-sayo tangkanamo a kande te a sumpu. Kanaraka siy kangengemo anamisia. Maka, samantapura te uwa sao apemasiaka.
Sangu waktu, sumantapura adoa ikawasanaopu ara adawua banua mangada akotingkati, te bara-barana yinunca. Sakijo mata, kawasanaopu adawuaka yiemanina sumantapura. Banua mangada sakijo mata yiaraoana. Ambore mo sumantapura te uwa banua mangada. Banua mangada sumai namisina amalino aneinda te bawine. Aemanimo sumantapura yi opuna yitu ara aporae salah samia oanana raja di negeri yitu. Koakana oanana raja dangia pitumia saandi te aka.
“Lamarana yitu, atoalaya oakaka,”Onina Sumantapura apaumba uwa situ. Alingkamo uwa istana raja. Garaka, lamara yitu atolaya oakaka situ ronamo sarona oanana umane moporaea yitu Laonto-Ontolu maanana “Ontolu”.
Aporadami uwa yitu inda apaumbayakea saro Ontolu-Ontolu satotuna apakawamea yi sumantapura. Sumantapura yinda aputus asa. Aemanimo yiuwa alingka aporaekea oanana kedua raja maka hasina apokanamo te sao.
Samantapura inda aputus asa. Alingkamo porae anana katiga sampe andidi. Anana andidi mo tarimana lamarana sumantapura.
Putri andi-andi si ampumpu mo incana tea nana umane momini sarona Laonto-ontolu. Sabutuna yitu, incia agango-gango ma akaakana.
Sakonowiana, sumantapura akambeli-mbeli iyaroana istana te asawi ajara. Iwsumaimo manga akamata karona anana umane yitu. Sabutuna manga kabuabua yitu asosomo karona, apokia indatarima lamarana piyamo yitu. Sabutuna manga kabua-bua yitu asosomo manga itu bari-baria inda tegunana sumantapura sabantarame iwesitu ambulimo ibanuana. Akawamo yibanuana atumpumo uwa yitu abawakea ontolu maogena yitu I istana raja. Ontolu yitu adawuaka to putri andiandi. Alingkamo uwa yitu abawaka ontolu yi putri. Putri asana incana atarima ontolu yitu. Adikamo ontolu yitu isaripina tampana kolema. Kangengena te ontolu yitu dangia kajadi-kajadi mo anena mancuana istana. Ouwe akawa waktuna konowia, amatu mpumpu waktu sayona. Bomo humai torosu, oncema ara mo pakena uwe yitu, inda samia mpu mo matauna.
Sangu waktu malo, putri andiandi ausaha ajagania mia mo pepadaina uwe yitu. Potanga malo, arango mea suarana uwe kabilanga te mia moebaho. Totuuka, sumantapura apebaho potangamalo . Putri andiandi sadadana ikolema, maka asadara. Abengkala saide-saide, sumantapura alimba minaka kamara mandi alausaka tampana kolemana putri andiandi. Putri andiandi atonto-tonto mea garaka ikamata samia anana umane mo magadana. Waktumo yitu amataumea garaka omia mopepadaina uwe yigusi garaka umane yitu.
Apepumo akili-kili matea, oncema ara umane incuncana ontolu yitu. Mataumea garaka oanana umane yitu sumantapura. Te aundamo mancuana rua-ruamia bawine andiandi apakawimea manga. Akawina manga yitu ahandamo oamarana oakaakana putri andiandi. Te karewuna incana yitu, manga adika-dikakea yiandina manga bari-baria pewau manga akarajaia anarakaka andina.
Sangu waktu, oakakana putri andiandi arencana mo manga akemba andina te umanena alingka apebaho yitawo. Kakembana yitu atarimaea te kaunde-undena incana. Putri andiandi alausakamo apaumba kakemba yitu yiumanena. Abawamo baku banga yincia abawa tabako, gili te mosaganana.
Mainawa, manga alingka pobawa-bawa yitawo asawi Bangka. Sakawana yi tangana tawo tala (dingkanana siri) putri andiandi abanakea mangakana yitawo. Putri andiandi akakeke tangi ronamo tampana bulawa yitu amasiakea. Tarpaksa awuju umanena alea inuncana tawo. Ronamo kasina te cintana asabumo yitawo. Simpo asabu oakakana putri andiandi amadei-deimo abose bangkana ambuli yiati. Umanena putri bungsu sao abolimea yitangana tawo. Putri bungsu indamo embali akaraja opea-opea. Abolimo sumantapura samia-miana yi tawo. Incia atawakalmo ikawasanaopu.
Putri andiandi aliamo bari-baria. Omanena mambumo agomia tawo. Oakakana putri bungsu asana namisina oakana andina yita anaraka. Putri andiandi ambulimo yibanuana hancuru incana. Sampotanga malona, bambana banuana putri andiandi amakampu te mia mobokuna bamba yitu. Adalah umanena karona sumantapura. Putri andiandi inda aparacaya saidempu. Abia umanena amatemo yitawo garaka indatotu. Otala ibanakana yitawo apakawakea.
Tekaporona inca, sumantapura sabutuna aboli banuana ambuli yibula. Oanana andi-andi asadaramo, jangan-jangan mobokuna bamba sao oumanena totu. Abungkalea bamba garaka atotu. Otala sao dangiamo yiarona bamba. Sayo sumantapura alingka maridomo, maka dangia arango kakena bawine, putri ampumpu aose umanena yapayimpu alingka. Sumantapura akembamo bawinena oputri andiandi pogauna umanena. Maka opea mo terjadinya boli amengelu. Akawa yitangana bula te tanga, putri andiandi apogaumo magari. Sabutuna yitu amandawu mo yitana. Mokawana yibula tangkanamo sumantapura samia-miana.
Akawa yibula, sumantapura atumpumo andina ala putri bungsu yitana. Te kakidana andina sumantapura asabumo yitana te sakijo mata apokwamo te putri bungsu.
Waktu uka yitu, manga apolaka yi bula, manga kawa yibula asalamati. Amboremo malapemo te amasanamo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar